Minggu, 20 November 2011

ZULFAHMI

Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :

  1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.



SEKILAS PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:
  1. Outlook Perbankan Syariah 2011
  2. Program Akselerasi Perbankan Syariah (Zip File, 902 KB)
  3. Panduan Investasi Perbankan Syariah (Zip File, 945 KB)
  4. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (Zip File, 237 KB)
  5. UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  6. Ikhtisar UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  7. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003) (Zip File, 1.476 KB)
  8. APA SIH iB (ai-Bi)...??
  9. iB (ai-Bi) Melaju Dengan Strategi Baru
  10. Mengembangkan Usaha Dengan Pembiayaan Modal Kerja iB
  11. Menghitung Bagi Hasil iB
  12. Mobile Banking iB
  13. Multijasa iB : Solusi Kebutuhan Biaya Pendidikan
  14. Perbankan Syariah: Lebih Tahan Krisis Global
  15. Perkembangan Impresif iB (ai-Bi) Perbankan Syariah
  16. Daftar Produk Perbankan Syariah
  17. Dicari : SDM Multidimensi Untuk iB (ai-Bi)
  18. iB ( ai-Bi) : Gaya Hidup Baru Dalam Berbanking
  19. Kartu Kredit iB: Sesuai Syariah, Bisa Dipakai Di Seluruh Dunia
  20. Tabungan iB, Menabung Sekaligus Berinvestasi
  21. KPR iB : Beragam Pilihan Semuanya Menguntungkan
  22. Layanan iB Di Manapun, Mudah Dan Tetap Syariah
  23. Mari Berbagi Hasil Bersama iB




Apa itu SISTEM PERBANKAN SYARIAH?

“Sistem perbankan yang saling menguntungkan, dengan keanekaragaman produksi dan skema keuangan yang lebih variatif”
Sistem perbankan syariah adalah alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (nasabah dan bank), yang di dukung oleh keanekaragaman produk dan skema keuangan yang lebih variatif, dan dilakukan secara transparan agar adil bagi kedua belah pihak. Perbankan yang kredibel dan menjadi pilihan masyarakat Indonesia.
Kehadiran sistem perbankan syariah di Indonesia semakin mudah di temukan oleh masyarakat, dengan mengenali logo iB (ai-Bi) di bank-bank terkemukan terdekat. iB (ai-Bi) memudahkan masyarakat untuk mengenali tersedianya jasa perbankan syariah di manapun di seluruh Indonesia. Logo iB (ai-Bi) merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang merupakan kritalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretikan. Dengan adanya iB sebagai penanda, masyarakat akan merasa lebih nyaman karena produk dan jasa layanan perbankan yang diberikan akan mengutamakan nilai-nilai keadilan, transparan, keseimbangan etika, dan kebaikan sosial bersama.
Perbedaan utama antara sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvesional terletak pada:
  1. Jenis produk yang lebih beragam dan skema keuangan yang lebih bervariasi
  2. Pengolahan dana masyarakat yang transparan, sehingga lebih adil bagi nasabah dan bank.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan marjin (Murabahah)
Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan tertentu. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual di cantumkan dalam akad jual berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalam transaksi ini barang di serahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Contoh : pembiayaan pembelian kendaraan bermotor.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan pembayaran dilakukan dimuka (Salam)
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada, namun kuantitas, kualitas, harga. Dan waktu penyerahan barang harus di tentukan secara pasti. Bank membayar secara tunai kepada supplier dan barang diserahkan secara tangguh. Ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan.
Contoh : pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan pesanan (Istishna)
Produk Istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah adalah tansaksi dimana bank menyewakan suatu obyek sewa kepada nasabah dan atas manfaat yang diterima oleh nasabah atas penggunann obyek sewa yang disewa, bank dapat mengalihkan ongkos sewa. Pada akhir disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittmlik (sewa yang diikuti dengan berpindahaan kepemilikan).
Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
Contoh : obligasi syariah.
Kemitraan (Musyarakah)
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah kemitraan (musyarakah). Transaksi musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dan pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat di nilai dengan uang.
Contoh: pembiayaan KPR dimana porsi kepemilikan bank semakin lama semakin menurun sedangkan kepemilikan nasabah semakin menigkat (decreasing musyarakah/musyarakah mutanaqisah).
Penyertaan Modal (Mudharabah)
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang bertindak sebagai pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dalam mudharabah tidak di persyaratkan adanya wakil pemilik modal (shahibul maal) dalam manajemen proyek
Contoh: pembiayaan modal kerja perusahaan tekstil.
Pinjaman Uang (Qardh)
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan antara lain untuk pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman haji. Nasabah akan melunainya sebelum keberangkatannya ke haji.
Atas jasa bank memberikan dana talangan tersebut bank dapat memperoleh fee (ujrah).
Contoh lain penggunaan skema qardh dalam perbankan syariah adalah pemberian dana talangan/pinjaman uang kepada nasabah premium yang memiliki deposito di bank tersebut guna mengatasi kesulitan likuiditas nasabah tersebut. Pinjaman uang tersebut dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah. Atas jasa peminjaman dana bank memperoleh fee (ujrah) yang besarnya tidak tergantung pada jumlah dana yang di pinjamkan.
Perwakilan (Wakalah)
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan (pekerjaan) dari nasabah kepada bank dan atas jasanya tersebut bank meminta imbalan tertentu.
Contoh: pembukaan L/C dan transfer uang.
Penjaminan (Kafalah)
Produk di perbankan syariah yang menggunakan skema kafalah adalah produk bank garasi. Dalam kafalah, terdapat pengalihan tanggung jawab nasabah kepada bank dan atas jasanya bank berhak meminta imbalan.
Contohnya: kafalah digunakan dalam produk kredit syariah.
Titipan (wadiah)
1.Titipan Murni (wadiah amanah)
Prinsip titipan (wadiah) terdiri dari dua yaitu titipan murni (wadiah amanah) dan titipan yang dapat dikelola (wadiah yaddhamanah). Dalam titipan murni (wadi’ah amanah), pada prinsipnya harta titipan tidak boleh di manfaatkan oleh yang dititipi (bank). Sedangkan dalam wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.





Topik: Bisnis Syaria’ah – Prinsip – Prinsip / Hukum  Landasan  yang di anut oleh Sistem Perbankan Syari’ah dan Prinsip – Prinsip Islam tentang Ekonomi Syariah.
Bisnis syariah semakin menunjukan peranannya dalam membangun perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk beberapa dekade akibat krisi moneter tahun 1999 maupun krisi finansial global beberapa waktu yang lalu. Hal ini menjadi sebuah pertanda bagus karena akan muncul sebuah bisnis yang sangat tepat untuk dijalankan di zaman moderen seperti ini.
Dengan adanya bisnis syariah juga sangat baik untuk kembali bangkit pasca krisis global yang melanda beberapa waktu lalu. Keberadaan bisnis syariah sangat membantu kalangan ekonomi menengah kebawah untuk mendaptkan profit sharing dalam jumlah yang lebih besar, transparan serta aman dan halal. Inilah yang menjadikan kenapa bisnis syariah berkembang cukup pesat dari tahun ketahun seperti sekarang ini.
Dengan demikian sudah seharusnya bagi siapa saja baik badan pemerintah,swasta maupun personal untuk lebih mengkaji serta membuka bisnis syariah agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan guna mengurangi pengangguran yang semakin hari semakin bertambah saja.
Kini dalam perkembanganya di era modern seperti sekarang ini, bisnis syariah juga mulai dilirik oleh lembaga perbankan baik yang berskala kecil seperti BPR maupun bank yang sudah berskala nasional. Meskipun dilalukan oleh lembaga yang notabene bersifat betral dalam hal agama, namun bank yang mengeluarkan jasa Syariah tentu wajib mentaati Prinsip syariah yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
  1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Hal ini sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari’ah. Didalam perbankan syari’ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari’ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Bisnis syariah memang sangat dianjurkan karena sejalan dengan prinsip ekonomi islam. Kita sebagai orang mslim tentu sangat paham akan manfaat dan kebenaran dari tuntunan agama khususnya dalam bidang ekonomi.
Prinsip-prinsip islam yang dapat kita lihat pada ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
  • Dalam ekonomi, berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai pemberian tuhan atau titipan Tuhan kepada menusia guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia dan di akhirat bukan seperti ekonomi kapitalis untuk kepentingan diri sendiri (self interest principle).
  • Islam mengakui hak pribadi namun harus dibatasi oleh Pertama, kepentingan masyarakat, Kedua Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh dari suap, rampasan, kecurangan, pencurian, perampokan, penipuan dalam timbangan atau ukuran, pelacuran, produksi dan penjualan alkohol, bunga, judi, perdagangan gelap, usaha yang menghancurkan masyarakat.
  • Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama, suka sama suka. Jiwa kerjasama ini adalah mencari keuntungan yang wajar, tanpa perubahan ongkos maka harga barang hanya sebagai akibat prinsip kelangkaannya.
  • Al-qur’an : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu …. “ (Q4 : 29). Arti ayat ini adalah bahwa kepemilikan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produksi nasional supaya harta itu jangan berputar di sekitar orang-orang kaya saja.
  • Dalam ekonomi penganut pasar bebas, pemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli. Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya drencanakan untuk kepentingan orang banyak. Rasulullah bersabda “Masyarakat punya hak sama untuk air, padang rumput dan api, bahan tambang bahkan bahan makanan harus dikelola oleh perusahaan negara”.
  • Seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari penentuan seperti dalam Al-qur’an : “Dan takutilah hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diberi balasan dengan sempurna usahanya (amal ibadahnya). Dan mereka tidak teraniaya. “ (Q2:281).
Itulah sedikit gambaran tentang bisnis syariah yang saya ketahui, semoga bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu tentang bisnis si Indonesia.
Incoming Search Terms :
» sistem perbankan syariah« » prinsip perbankan syariah« » prinsip ekonomi syariah« » prinsip bank syariah« » ekonomi perbankan« » sistem bank syariah« » sistem perbankan islam« » sistem perbankan dalam islam« » transaksi ekonomi dalam islam« » perbankan dalam syariah islam« » kerjasama ekonomi dalam islam« » perbankan syariah« » hikmah kerjasama ekonomi yang islami« » ekonomi syariah islam« » sistem ekonomi syariah« » transaksi ekonomi islam« » ekonomi dalam syariah islam« » pengertian perbankan syariah« » SISTEM PERBANKAN YANG ISLami« » perbankan syariah islam« Artikel Yang Mungkin Berhubungan :
  1. Jenis Badan Usaha dan Kegiatan Ekonomi
    Jenis Badan Usaha Dan Kegiatan Ekonomi di Indonesia 1.Jenis-Jenis Usaha Dalam Bidang Ekonomi a. Agraris Usaha dalam bidang agraris menggunakan lahan tanah sebagai faktor produksi utama. Misalnya pertanian, perkebunan, peternakan... Read more »...
  2. Artikel Zakat: Problematika Zakat di Era Kapitalisme
    Artikel Zakat: Problematika Zakat di Era Kapitalisme, Posisi Badan Amil Zakat / Baitul Mal di pandang dari ekonomi Islam yang terjepit oleh sistem kapitalisme. ...
  3. UUD 45 dan Sistem Pemerintahan RI
    Undang-Undang Dasar 1945 Pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan diproklamirkan, UUD 1945 disahkan. Di dalam UUD 1945 itu diawali dengan  Pembukaan” dan pada alinea 4 diterangkan... Read more »...
  4. Syekh Siti Jenar
    Beliau (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufiagama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti..




Bank Syariah, Sebuah Sistem Perbankan Islam

Konsep ekonomi syariah mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1991 ketika Bank Muamalat Indonesia berdiri, yang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya. Pada waktu itu setiap lembaga keuangan syariah mengadakan sosialisasi dengan usaha sendiri, sehingga akan menjadi beban yang berat manakala mengetahui bahwa sosialisasi sistem ekonomi syariah hanya dapat berhasil apabila dilakukan dengan cara yang terstruktur dan berkelanjutan.
Menyadari hal tersebut, lembaga-lembaga keuangan syariah berkumpul dengan mengajak seluruh kalangan yang berkepentingan untuk membentuk suatu organisasi, yang dengan usaha bersama akan melaksanakan program sosialisasi yang terstruktur dan berkesinambungan kepada masyarakat. Organisasi ini kemudian dinamakan ?Masyarakat Ekonomi Syariah?, dengan anggota dari lembaga keuangan syariah, lembaga pendidikan, lembaga nirlaba, perusahaan dan bahkan perorangan.
Masyarakat Ekonomi Syariah yang disingkat dengan MES, atau dengan sebutan dalam bahasa Inggris adalah The Society for Islamic Sharia Economy atau dalam bahasa arabnya Al Ijtima? lil-Iqtishadi Al-Islamiy, didirikan pada hari Senin, Tanggal 1 Muharram 1422 H, bertepatan pada tanggal 26 Maret 2001 M. Pendiri MES adalah Perorangan, lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga kajian dan badan usaha yang tertarik untuk mengembangkan ekonomi syariah. MES berasaskan Syariah Islam, serta tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia, sehingga terbuka bagi setiap warga negara dan badan hokum Indonesia tanpa memandang keyakinan agamanya. Pada awalnya MES didirikan hanya untuk di Jakarta saja tanpa mempunyai rencana untuk mengembangkan ke daerah-daerah. Ternyata kegiatan yang dilaksanakan oleh MES memberikan ketertarikan bagi rekan-rekan di daerah untuk melaksanakan kegiatan serupa. Pada saat itu disepakati mempersilahkan rekan-rekan di daerah untuk menggunakan nama MES dengan menambahkan nama daerah dibelakangnya. Disepakati pula bahwa diantara kepengurusan tidak ada jalur koordinasi apalagi komando.
erkembangan ekonomi syariah di daerah semakin meluas, banyak MES-MES daerah yang berdiri.  Kegiatan sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang ekonomi syariah semakin memberikan dampak positif bagi masyarakat dan industri keuangan syariah tentunya. Nama MES dan peran aktif yang semakin terasa menyebabkan permintaan izin untuk mendirikan MES di daerah lain semakin banyak masuk ke Jakarta. Sehingga rekan-rekan MES Daerah mendesak agar MES-MES ini disatukan dalam satu organisasi bersama. Karena desakan semakin kuat, maka pada Mei 2006, tepatnya saat penyelenggaraa Indonesia Sharia Expo I, MES menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa Masyarakat Ekonomi Syariah. Disepakati bahwa seluruh MES daerah bersedia berhimpun dalam satu organisasi bersama yang bersifat Nasional. Menyepakati MES yang di Jakarta sebagai Pengurus Pusat dan menugaskan untuk menyusun AD/ART pertama MES.
Tahun 2008 adalah tahun pertama bagi Masyarakat Ekonomi Syariah melaksanakan Musyawarah Nasional. Disana akan dimatangkan lebih lanjut gerak dan langkah organisasi ini dalam menggerakkan ekonomi masyarakat ke arah ekonomi syariah serta menjadikan solusi atas masalah ekonomi negara ini. Harapan ke depan, peran MES dalam mensosialisasikan ekonomi syariah dapat lebih ditingkatkan lagi. Penggerak MES adalah mereka yang kreatif dan punya program-program unggulan. MES menjadi mitra pemerintah (legislatif dan eksekutif) dan juga Bank Indonesia dalam mengembangkan ekonomi syariah. Bersama-sama dengan Majelis Ulama Indonesia untuk mendorong pemerintah dalam mencanangkan gerakan ekonomi syariah secara nasional. Untuk itulah, culture value MES kiranya perlu lebih digali lagi. MES juga harus tetap independen, tidak terafiliasi dengan salah satu partai politik, namun harus tetap menjalin kerjasama agar dapat diterima semua pihak. Alhamdulillah, dengan segala aktifitasnya, MES telah mendapat pengakuan di semua kalangan masyarakat, baik dari kalangan ulama, praktisi, akademisi, pemerintah dan legislatif. Saat ini MES sudah berdiri di 21 Provinsi, 32 Kabupaten/kota dan 3 perwakilan luar negeri (Malaysia, Arab Saudi dan Inggris).

Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
  • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
  • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
  • Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

  • Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu
Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[1].
Komentar: Hal ini sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari’ah. Didalam perbankaqn syari’ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari’ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Jasa untuk peminjam dana
  • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. (asuransi islam)
Jasa untuk penyimpan dana
  • Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Tantangan Pengelolaan Dana
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Tetapi sistem perbankan syariah di Indonesia masih belum sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu masih berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia yaitu Bank Indonesia Syariah.
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Pengembangan Bank Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
  2. Program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah �bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking
  3. Program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
  4. Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
  5. Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah
  6. Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang





SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang merupakan amandemen atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka di Indonesia dikenal dua sistem perbankan (dual system banking) yaitu sistem bank konvensional dan sistem bank syariah. Sistem operasional Bank Syariah adalah berbeda dengan bank umum lainnya (konvensional). Bank Konvensional lebih kental aromanya dalam mengejar keuntungan materiil semata (kapitalistik) dengan sistem bunganya, sehingga tidak mengenal adanya kerugian pihak lain, sedangkan Bank Syariah menekankan adanya sifat ta’awun (tolong menolong dalam suka dan duka / kemitraan), sehingga ada prinsip bagi bagi hasil yang dikenal dengan nama “profit and loss sharing” atau “ mudlarabah “ dan juga ada pinjaman kebajikan (social) bagi nasabah yang sangat lemah dengan skim (bentuk pembiayaan) “qordlul hasan” yaitu pinjaman dimana nasabah tidak dibebani sesuatu apapun kecuali hanya mengembalikan pokoknya.

Khusus dibidang perbankan, setelah lahirnya UU No.10 Tahun 1998 yang secara tegas mengakui sistem perbankan syariah disamping perbankan konvensional, maka keberadaan Bank Muamalat Indonesia dan bank Umum Syariah lainnya serta lembaga keuangan syari’ah pada umumnya semakin kokoh dan kuat karena terdapat pijakan hukum yang pasti. Adanya landasan hukum yang pasti tersebut maka sampai tahun 2004 telah lahir 3 Bank Umum Syariah, 11 Unit Usaha Syariah (windows) dari Bank Konvensional, 88 Bank Perkreditan Syariah dengan jaringan 102 Kantor Pusat dan 137 Kantor Cabang dan ratusan kantor cabang pembantu, disamping itu lahir pula ribuan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) di seluruh pelosok wilayah Republik Indonesia.

Adapun yang menjadi tujuan didirikan perbankan syariah adalah :

  1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya dalam bidang perbankan agar terhindar dari praktek riba;
  2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, sehingga tidak terjadi kesenjangan yang mencolok antara antara si pemilik modal dan pengelola modal;
  3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan mendorong untuk berwira usaha;
  4. Untuk membantu menanggulangi masalah kemiskinan yang menjadi program utama Negara berkembang;
  5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah, yaitu dengan menghindari/menekan laju inflasi akibat penerapan suku bunga dan persaingan tidak sehat dari lembaga keuangan konvensional dan pengusaha pada umumnya.
  6. Untuk menyelamatkan umat Islam dari ketergantungan bank konvensional sehingga umat Islam dapat mengembangkan ekonominya secara Islami;

Selanjutnya karakteristik/ciri khas yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional antara lain:
  1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad diwujudkan dalam bentuk nominal dan sifatnya fleksibel dan wajar;
  2. Bentuk prosentase dalam pembayaran dihindari karena bersifat melekat pada sisa hutang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir ;
  3. Bank syariah tidak menerapkan pembiayaan kontrak berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditentukan dimuka, tetapi lebih kepada bagi hasil baik dalam keuntungan maupun dalam kerugian.
  4. Bank syariah tidak akan melakukan jual beli uang dengan jenis mata uang yang sama, dengan kata lain uang dipandang bukan sebagai barang komudite sehingga dalam traksaksi selalu menggunakan istilah pembiayaan / kredit barang bukan kredit uang.
  5. Dalam bank syariah ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari aspek syai’ahnya.
Menata Ulang Sistem Perbankan Syariah
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin, Founder of eSharianomics.com
Hadirnya perbankan syariah masih saja menimbulkan pro dan kontra yang rasanya tak kunjung tuntas. Pada kesempatan ini saya coba untuk menyampaikan beberapa gagasan yang mungkin aneh bahkan sangat tidak bankable, namun semoga saja gagasan ini bisa menjadi bumbu-bumbu asam pedasnya proses tumbuh kembang menuju tercapainya perbankan syariah yang ideal.
Tulisan singkat ini saya kasih judul menata ulang (rekonstruksi) bukan berarti bahwa Perbankan Syariah harus diubah saat ini juga. Secara realistis butuh waktu puluhan tahun disertai keseriusan segenap pihak yang terlibat, seperti praktisi, regulator, ulama, akademisi, dan publik.
Ada beberapa hal yang menjadikan penataulangan sistem perbankan syariah menjadi penting (untuk tidak menyebut URGENT!) yaitu pertama, telah muncul persepsi bahwa secara substansial, Bank Syariah sama saja dengan Bank Konvensional. Ingat, bahwa persepsi muncul dari realitas. Jika terus dibiarkan, langgengnya kondisi tersebut akan semakin merusak citra Islam. Kedua, (mengutip A Riawan Amin) bahwa saat ini perbankan syariah masih berada dalam lingkaran keuangan setan (Satanic Finance) yang lekat dengan 3 ciri khas yaitu interest system, fiat money, dan fractional reserve requirement. Ketiga, value added (nilai tambah) dari sistem perbankan syariah akan terasa jika polah tingkahnya bisa sesuai dengan fundamen Ekonomi Syariah yang substansial, tidak hanya sekedar kehalalan dari sisi akad.
Untuk itu, ada beberapa agenda yang harus dilakukan jika ingin perbankan syariah menjadi khas Ekonomi Syariah. Agenda pertama, kembali kepada fundamen Ekonomi Syariah. Filosofi Ekonomi Syariah adalah tauhid, keadilan & keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Jika disederhanakan, maka orang berekonomi itu memiliki dan menjalankan fungsi spiritual, bisnis dan sosial sekaligus, yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain.
Bahkan prinsip utama dari berekonomi syariah adalah memberi. Meskipun urusannya adalah bisnis, namun tetap saja pebisnis harus bisa memberikan nilai lebih kepada partnernya, bisa berupa kemudahan, kesetaraan informasi, transparansi, layanan prima, pendampingan, pembinaan, dan lain-lain dengan semangat mewujudkan kesejahteraan dan membantu sesama.
Sementara itu, secara eksplisit kita juga diajarkan bahwa “wa ahallallahu al bay’a wa harrama arriba”, jelas Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Jual beli barang maupun jasa merupakan representasi dari sektor riil, sehingga Perbankan Syariah harus bisa membantu sektor riil dalam menjalankan fungsinya sebagai pemilik dana, maupun pengelola dana. Perbankan syariah harus memastikan bahwa konsep dan operasionalnya tidak terjebak dalam layanan pinjaman ber-interest yang berkedok kehalalan akad.
Agenda kedua, reorientasi fungsi dan kompetensi SDM. Fundamen Ekonomi Syariah akan kuat jika SDM yang menjalankannya memiliki mental memberi. Walau dalam kondisi tak bergelimang harta, mental memberi akan memberikan peluang terciptanya perusahaan dan budaya kerja yang juga selalu menjaga keseimbangan antara fungsi spiritual, bisnis dan sosial sekaligus. Islam mengajarkan agar kita bisa kaya raya, bisa banyak memberi. Dan itu hanya bisa diwujudkan oleh SDM yang juga memiliki mental kaya dan memberi.
Agenda ketiga, penguatan riset. Riset sangat penting untuk membangun dan memastikan teorema Ekonomi Syariah. Ingat, bahwa ilmu Ekonomi (yang digunakan acuan para regulator serta otoritas ekonomi & moneter), tidak akan menerima sebuah ilmu yang tidak bisa diteoremakan atau dihitung secara matematis memiliki nilai lebih bagi para pelakunya.
Riset yang kuat juga akan memberikan gambaran akurat mengenai kebutuhan market/publik, serta untuk mengetahui produk-produk bank syariah yang bagaimanakah yang dikehendaki publik. Dan ketika riset sudah dilakukan, maka segenap regulator, praktisi, dan akademisi harus taat hasil. Misalnya, jika ada hasil riset harapan publik yang tidak bankable, tidak boleh diabaikan. Harus dicarikan solusi, skema dan operasional yang tepat agar sesuai dengan kebutuhan/keinginan publik.
Riset memang membutuhkan waktu yang lama dan dana yang tak sedikit. Satu kali riset skala kecil saja membutuhkan dana sekitar Rp.100jt, apalagi riset dalam skala besar. Menurut perkiraan saya, butuh ribuan riset untuk membentuk teorema Ekonomi Syariah yang mapan sehingga bisa diterima oleh regulator atau otoritas ekonomi & moneter.
Agenda keempat, metamorfosis Lembaga Perbankan Syariah. Jika Lembaga Keuangan Syariah yang murni kebajikan sudah terwakili oleh Lembaga ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf), maka tak ada salahnya jika Perbankan Syariah memiliki spirit memberi ala ZISWAF. Pada prakteknya, mungkin saja nanti perbankan syariah akan melaksanakan semua fungsi pengumpulan dan penyaluran harta, sekaligus menjadi lahan entrepreneurship (kewirausahaan), baik bagi bank syariah itu sendiri, maupun nasabah.
Metamorfosis Lembaga Perbankan Syariah ini akan diikuti juga oleh metamorfosis produk dan rasio-rasio keuangan dari perbankan syariah. Urusan kehalalan akad tampaknya sudah cukup terakomodasi dengan ditemukannya berbagai metode hybrid akad yang memunculkan berbagai variasi produk, sehingga sudah saatnya perbankan syariah beralih fokus perhatian pada substansi.
Sekedar gambaran ide, nanti perbankan syariah tidak lagi memiliki produk murabahah (model saat ini), dan akan lebih didominasi oleh produk mudharabah, musyarakah, qardh, muzara’ah, musaqah, dan berbagai produk lain yang lebih dekat dengan ranah investasi produktif (sektor riil). Tentu, spirit berbagai produk yang muncul adalah mental memberi. Sudah saatnya juga bank syariah menggalakkan produk pembiayaan tanpa agunan, terutama bagi rakyat kecil (yang membutuhkan).
Rasio-rasio keuangan juga akan diubah dari sistem kapitalis yang menomorsatukan hitungan matematis untuk urusan profit, kompetisi dan efisiensi menjadi rasio-rasio keuangan khas Syariah yaitu spirit memberi. Sehingga nantinya tidak aneh lagi jika tolok ukur kesehatan bank syariah akan dihitung berdasarkan seberapa banyak bank syariah berhasil membina dan memberi kepada nasabahnya. Rasio-rasio seperti ROA, ROE, BOPO, NPF menjadi tidak penting atau bahkan tidak diperlukan lagi, jika masih ada masyarakat yang kesulitan mencapai kesejahteraan.
Matematika Alquran sudah memberikan rumus bahwa satu pemberian akan dilipatgandakan 700 kali, tinggal kita yakin atau tidak. Saya yakin, pernyataan ini bisa juga diterapkan dalam sistem perbankan syariah yang tentu saja menjadi lahan mencari nafkah bagi para karyawannya. Meskipun gagasan ini tidak bankable, saya masih yakin bahwa suatu saat gagasan ini bisa diteoremakan, sehingga bisa diterima secara ilmiah oleh ilmu ekonomi yang selanjutnya bisa diterapkan dalam sistem ekonomi praktis.
Agenda kelima, penguatan instrumen. Yang dimaksud di sini adalah penggunaan instrumen keuangan yang bisa menyebabkan terhindarnya bank syariah dari lingkaran keuangan setan. Misalnya penggunaan mata uang berbasis emas dan perak. Selain sebagai mata uang, emas dan perak ini bisa digunakan sebagai representasi atas setiap transaksi di bank syariah, sehingga setiap dana yang dihimpun maupun yang disalurkan oleh bank syariah akan memiliki nilai yang sama dengan senyatanya. Namun perlu diingat bahwa penggunaan mata uang emas dan perak tidak otomatis akan menghilangkan inflasi dan riba.
Demikianlah beberapa agenda yang sempat terbersit di benak saya, dengan harapan bisa ditemukan teorema dan formula bank syariah yang tepat untuk mewujudkan kesejahteraan manusia.